Menyingkap Jejak Sejarah Kota Batavia di Jalur MRT Fase 2
Temuan saluran air kuno dan rel trem memuat informasi terkait sejarah kota Jakarta, terutama di abad ke-17 dan ke-19.
Proses pembangunan jalur rel kereta listrik Mass Rapid Transit (MRT) fase 2 menguak cerita sejarah masyarakat Jakarta di era Kolonial. Di tengah pembangunan jalur yang akan menghubungkan Stasiun MRT Bundaran HI dan Jakarta Kota itu, para pekerja konstruksi menemukan beberapa tinggalan dari masa lalu. Di antaranya berupa fosil tulang sendi, gigi hewan, koin belanda, dan berbagai artefak yang diperkirakan berasal dari abad ke-18 hingga awal abad ke-20.
Temuan-temuan arkeologis itu pun telah beberapa kali diekspos ke publik melalui sejumlah pameran pada 2022 hingga 2024.
PT MRT Jakarta pun mengakui bahwa penemuan tinggalan-tinggalan arkeologis semacam itu juga terjadi selama pembangunan fase 1. Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Weni Maulina, menceritakan bahwa saat itu pihaknya menemukan berbagai hal tak terduga saat menggali tanah Jakarta. Salah satunya granat yang terkubur 47 meter di bawah permukaan tanah.
"Mungkin sisaan zaman Belanda. Ketemu granat di kedalaman yang sebetulnya juga tidak terlalu dangkal, mungkin 47 meter," kata Weni dalam kelas MRTJ Fellowship 2025 di Wisma Nusantara, Kamis (17/7/2025).
Di pembangunan jalur fase 2 ini, PT MRT Jakarta juga menemukan bekas rel trem yang diperkirakan digunakan pada awal abad ke-20. Tepatnya, rel trem kuno itu ditemukan di kawasan Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk.
"Jadi, kami pernah menemukan jalur trem saat menggali tanah," kata Weni.
Yang menurut Weni lebih menarik lagi, pihaknya juga menguak saluran terakota kuno berlapis bata. Temuan itu diperkirakan merupakan sisa-sisa dari sistem perpipaan atau saluran air bawah tanah yang dibangun di zaman Kolonial.
Tentu saja, penemuan saluran air kuno itu tak masuk dalam prediksi PT MRT Jakarta.
“Makanya kami turut mengundang arkeolog dari Universitas Indonesia untuk mengawal pembangunan," kata Weni.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Junus Satrio Atmojo, mengungkapkan bahwa saluran terakota itu kemungkinan merupakan bekas saluran untuk memenuhi kebutuhan air dan sanitasi masyarakat yang tinggal di dalam benteng Kota Batavia.
Saat menemukan saluran air berlapis bata tersebut, para pekerja konstruksi PT MRT Jakarta tidak tahu bahwa masih terdapat air mengalir di dalamnya.
"Ketika digali lebih [dalam] kena backhoe, itu muncrat air yang cukup tinggi. Kok ternyata ada saluran air di sini, tidak pernah ada dalam laporannya Belanda," kata Junus saat dihubungi Tirto, Jumat (18/7/2025).
Junus menuturkan bahwa PT MRT Jakarta saat itu terkejut hingga kemudian menghubunginya dan arkeolog lain dari Univesritas Indonesia.
"MRT itu juga terkejut karena mereka juga tidak tahu dari survei sebelumnya, bahwa ada struktur terbenam di dalam tanah yang kira-kira kedalamannya hampir 3 meter," kata dia.
Temuan saluran air kuno itu, kata Junus, memuat informasi baru terkait sejarah tata kota Jakarta, terutama di abad ke-17 saat VOC Belanda mulai membangun pos dagang di Jayakarta.
"Akhirnya, kami menemukan peta yang dibuat tahun 1730, ya masih zaman VOC. Itu artinya di dalam peta itu terlihat ada garis panjang yang disebut dengan waterleiding atau artinya pipa air," ungkapnya.
Junus juga membeberkan bahwa bata yang digunakan untuk melapisi saluran terakota kuno itu didatang VOC dari penjuru. Bata berwarna kuning, misalnya, disebut Junus didatangkan dari Belanda, sedangkan bata merah adalah produksi orang Nusantara. Bata kuning itu unik di mata arkeolog seperti Junus karena lazim ditemukan di sejumlah benteng peninggalan VOC.
“Bata kuning ini kami temukan juga yang hampir sama di semua benteng yang dibangun VOC. Jadi, dari sisi usia dia samalah dengan VOC," jelasnya.
TEBAK SKOR GRATIS BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!