Sejarah Galanita 1978-1993: Mimpi dan Asa Perempuan Bermain Bola
Meski hanya bertahan selama 15 tahun, Galanita sangat bermanfaat bagi para pesepak bola wanita. Hari ini, liga tak ada, PSSI hanya sibuk dengan timnas.
Dalam salah satu adegan di film komedi Maju Kena Mundur Kena (1983), trio Warkop DKI—Dono, Kasino, dan Indro—terlibat dalam pertandingan sepak bola melawan kesebelasan wanita.
Sebagian besar para pemain perempuan dalam adegan tersebut berasal dari klub Buana Putri, salah satu kekuatan utama dalam kompetisi Liga Sepak bola Wanita (Galanita). Keterlibatan mereka dalam film Warkop DKI menunjukkan bahwa pada awal 1980-an, sepak bola wanita sedang mengalami masa keemasan, atau setidaknya mendapat tempat di hati publik.
Adegan itu adalah arsip hidup dari sebuah era yang nyaris terlupakan. Ketika kompetisi sepak bola wanita masih berdiri tegak, saat stadion dipenuhi penonton untuk menyaksikan Piala Kartini, dan ketika mimpi perempuan Indonesia untuk bermain bola tidak hanya dianggap mungkin, tapi juga penting.
Bermula dari Tim Putri Priangan
Sepak bola wanita Indonesia dimulai sebelum struktur kepengurusan formal terbentuk. Putri Priangan merupakan kesebelasan sepak bola wanita pertama di Indonesia, didirikan pada 5 Februari 1969 di Bandung.
Pendiri Putri Priangan adalah Wiwi Hadhi Kusdarti, mantan pesepak bola wanita yang memiliki naluri sepak bola dari ayahnya, Kadarisman, pesepak bola era penjajahan Belanda.
Wiwi prihatin karena di Indonesia belum ada tim sepak bola wanita, berbeda dengan beberapa negara lain yang sudah mengembangkan sepak bola putri. Berkat inisiatifnya, Putri Priangan terbentuk dengan dukungan tokoh-tokoh lokal dan Persib Bandung.
Pada 1969, Putri Priangan mewakili Indonesia dalam turnamen internasional Pesta Sukan di Singapura, yang menjadi salah satu pengalaman internasional pertama bagi sepak bola wanita Indonesia.
Pada tahun yang sama, tim sepak bola wanita asal Penang, Malaysia, tiba di Bandara Kemayoran. Kedatangan mereka merupakan undangan dari kontingen PON Jawa Barat untuk menghadapi Putri Priangan di Bandung, Cirebon, dan Sukabumi.
“Suatu kemajuan olahraga di kalangan wanita sesuai dengan tuntutan emansipasinya telah terbukti,” tutur laporan video dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), 11 April 1969.
Di Stadion Danalaga Sukabumi, pertandingan ini menarik banyak penonton, namun sayangnya menimbulkan tragedi robohnya tembok stadion yang menyebabkan satu orang meninggal dan puluhan luka-luka.
Memasuki awal 1970, giliran Putri Priangan melakukan lawatan ke Malaysia, Singapura, dan Hongkong. Seturut catatan harian Kompas pada 2 Februari 1970, Sri Tarso dkk mencatat dua kali kemenangan, tiga kali seri, dan dua kali kalah.
Putri Priangan menjadi pelopor yang memicu lahirnya klub-klub sepak bola wanita lain di Indonesia, seperti Buana Putri (Jakarta), Putri Pagilaran (Pekalongan), dan Sasana Bhakti (Surabaya).
Keberadaan mereka juga menjadi pemantik lahirnya kompetisi yang lebih terorganisasi, termasuk kelahiran Galanita pada 1978, liga sepak bola wanita pertama yang resmi di Indonesia.
TEBAK SKOR GRATIS BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!

