Header Ads

Header ADS

 


Kanker payudara menjadi kanker yang paling banyak kasusnya. Pada tahun 2022, terdapat 66 ribu kasus kanker payudara dari 408 ribu kasus kanker di Indonesia.


Sebagai penyakit kategori katastropik berbiaya besar dan pengobatan yang panjang, kanker payudara menjadi momok, utamanya bagi perempuan di Indonesia. Pengobatan dan terapi dapat menguras ketahanan fisik, mental, dan finansial. Tidak heran pengidap kanker payudara sering kali mengalami beban berlapis.


Namun, kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kini mengembalikan asa mereka untuk dapat terus meningkatkan kualitas hidup, bahkan berpotensi menggapai kesembuhan.


Sebagaimana penuturan Ana, pasien kanker payudara asal Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel). Perempuan berusia 42 tahun, yang juga ibu dari dua orang anak itu, menceritakan soal pengalaman menggunakan BPJS Kesehatan selama pengobatan kanker payudara.


Ana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis sejak tahun lalu. Mulanya pada Juni 2024, usai menjalani liburan panjang bersama keluarga, dia merasakan ada yang janggal. Area di payudara bagian kirinya terasa mengeras. Benjolan itu muncul dan hilang begitu saja, tanpa rasa sakit. Kemudian, ia memilih mengabaikannya.


Hingga akhirnya pada September 2024, ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit swasta menggunakan asuransi kantor. Benar saja, hasil pemeriksaan awal ditemukan tumor sekitar 2 sentimeter (cm) di payudara kirinya. Ana segera menjalani operasi pengangkatan benjolan.


Tujuh hari setelah operasi, hasil patologi anatomi keluar. Ana didiagnosis kanker payudara stadium II tahap 2B. Ketakutan berikutnya datang. Bukan hanya dari kanker di payudaranya saja, melainkan juga kekhawatiran akan biaya pengobatan yang panjang dan mahal.


“Saya tahu cancer pengobatannya bukan cuma sekali-dua kali. Mahal dan jangka panjang,” ucap perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta itu kepada wartawan Tirto, Selasa (29/7/2025).


Namun, seorang teman kerja yang pernah menjalani pengobatan kanker payudara memberi saran agar Ana mencoba layanan BPJS Kesehatan daripada cuma mengandalkan asuransi. Meski belum pernah sekalipun memakai layanan BPJS Kesehatan, Ana memutuskan untuk belajar dari awal.


Berbekal dokumen; KTP, kartu BPJS, surat rujukan, hasil patologi anatomi dan hasil Imunohistokimia (IHK), Ana menjalani proses rujukan dengan mulus di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Dengan BPJS Kesehatan, cuma jarak dua minggu dari jadwal konsultasi pertama di FKRTL, Ana sudah mendapatkan operasi mastektomi.


Menurutnya, meskipun dengan BPJS Kesehatan, pihak rumah sakit sama sekali tidak punya gelagat yang membeda-bedakannya dengan pasien mandiri. Sebaliknya, pelayanan justru cepat dan sangat profesional.


“Dokternya, perawatnya, sampai OB-nya (office boy –red) semua melayani saya dengan sangat baik. Saya sampai mikir, 'ini beneran BPJS?',” kata Ana sambil tertawa.


Usai operasi, Ana masih harus menjalani delapan sesi kemoterapi. Ia mengakui, kemoterapi memang bagian tersulit. Tapi sekali lagi, pikiran dan semangatnya untuk pulih membuatnya kuat.


Sekitar dua bulan lagi, tepatnya September 2025, Ana bakal menjalani terapi radiasi atau radioterapi. Ia yakin mampu melewati tahapan ini sebagaimana pengobatan sebelumnya.


Sampai saat ini, Ana mengaku belum mengeluarkan sepeser rupiah karena biaya pengobatan dan terapi ditanggung BPJS Kesehatan.


Ia berharap biaya fase terapi selanjutnya pun masih akan terus ditanggung BPJS Kesehatan. Pasalnya, ia merasa semangatnya memperbaiki kualitas hidup dan sembuh dari kanker payudara semakin kuat karena beban biaya sudah teratasi dari programa JKN.


Sejauh ini, kata Ana, belum muncul kesulitan berarti selama melakukan pengobatan kanker payudara menggunakan BPJS Kesehatan. Ia tak mengalami perbedaan pelayanan di rumah sakit maupun mengalami antrean yang panjang. Karenanya, Ana berharap semua fasilitas kesehatan menerapkan standar yang sama kepada pasien dari golongan apapun.


“Kalau dokumen lengkap dan kita tahu alurnya, pakai BPJS itu gampang kok. Jangan takut dilayani beda. Nggak ada sih selama ini saya kayak yang orang-orang bilang, antrenya dilamain gitu-gitu,” ucap Ana.


Kasus kanker payudara yang Ana alami juga tidak bisa dibilang unik. Data Global Cancer Observatory (Globocan) teranyar menjabarkan, kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak kasusnya di Indonesia.


Dari 408.661 kasus kanker di Indonesia, 16,2 persen adalah kanker payudara. Jika memperkecil cakupan hanya pada kasus perempuan, dari 220.266 kasus kanker, 30,1 persen adalah kasus kanker payudara.


Bahaya kanker payudara juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Data yang sama menunjukkan ada lebih dari 22 ribu perempuan yang meninggal karena kanker payudara. Hal ini menempatkan kanker payudara hanya kalah dari kanker paru-paru dan kanker liver soal jumlah korban kematian.


TEBAK SKOR GRATIS BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!


Diberdayakan oleh Blogger.