Header Ads

Header ADS

Israel Meradang, Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal Akui Negara Palestina

 


Apa tanggapan Israel setelah pengakuan dari Inggris dan negara-negara lainnya? Simak penjelasannya berikut ini.


Israel meradang, naik darah. Sejumlah negara kembali mengakui Palestina sebagai negara.


Adalah tiga negara persemakmuran, Inggris, Australia, dan Kanada secara resmi mengakui keberadaan Negara Palestina pada hari Minggu, 21 September 2025.


Pengakuan dari tiga negara sekutu lama ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan atas tindakan Israel dalam konflik di Gaza serta kebijakan pemerintah Israel yang menghalangi pembentukan Negara Palestina, termasuk melalui perluasan permukiman yang terus berlangsung di Tepi Barat.


Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menghadapi tekanan dari dalam Partai Buruh agar mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel terkait situasi yang memburuk di Gaza. Starmer menyatakan bahwa langkah Inggris bertujuan untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel.


Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut bukanlah bentuk dukungan kepada Hamas, yang dianggap bertanggung jawab atas serangan pada 7 Oktober 2023, di mana diklaim oleh Israel telah menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 orang lainnya.


"Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian dan solusi dua negara, saya menyatakan dengan jelas sebagai perdana menteri negara besar ini bahwa Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina," ungkap Starmer dalam sebuah pesan video yang dilansir oleh AP.


"Kami mengakui negara Israel lebih dari 75 tahun lalu sebagai tanah air bagi bangsa Yahudi. Hari ini kami bergabung dengan lebih dari 150 negara yang juga mengakui negara Palestina."


Tindakan ketiga negara ini mendorong Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk menyatakan bahwa pembentukan Negara Palestina tidak akan terjadi. Di sisi lain, Hamas mendesak komunitas internasional untuk mengisolasi Israel.


Pada hari yang sama, Portugal juga mengumumkan pengakuan terhadap Negara Palestina. Pengumuman ini sudah diprediksi setelah Starmer pada bulan Juli lalu menyatakan bahwa Inggris akan mengakui Negara Palestina kecuali Israel setuju untuk melakukan gencatan senjata di Gaza, memberikan izin kepada PBB untuk menyalurkan bantuan, dan mengambil langkah-langkah lain menuju perdamaian jangka panjang.


Diharapkan lebih banyak negara akan mengikuti langkah ini dan bergabung dalam pengakuan terhadap Negara Palestina pada Sidang Umum PBB yang berlangsung minggu ini. Salah satu negara yang diperkirakan akan bergabung adalah Prancis, yang juga merupakan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, sama seperti Inggris. Pengakuan yang semakin meluas ini menunjukkan adanya perubahan dinamika politik global terkait isu Palestina.


Tanggapan Palestina dan Israel


Netanyahu menolak pengakuan tersebut karena dianggap sebagai bentuk dukungan kepada Hamas. "Itu tidak akan terjadi," tegasnya. "Negara Palestina tidak akan berdiri di sebelah barat Sungai Yordan."


Dalam waktu dekat, Netanyahu dijadwalkan untuk berbicara di Sidang Umum PBB pada hari Jumat (26/9) sebelum mengadakan pertemuan dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih. Ia menyatakan bahwa respons Israel akan diumumkan setelah pertemuan tersebut.


Netanyahu telah mengancam untuk mengambil langkah sepihak, termasuk kemungkinan mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat, sebagai reaksi terhadap pengakuan Negara Palestina oleh pemimpin dunia. Tindakan semacam itu berpotensi memperkuat kontrol Israel atas wilayah tersebut dan meningkatkan ketegangan dengan komunitas internasional.


Hamas menyambut keputusan pengakuan ini dengan positif dan menganggapnya sebagai hasil yang sah dari perjuangan, ketahanan, serta pengorbanan rakyat Palestina dalam upaya mencapai pembebasan dan kepulangan. Kelompok yang berkomitmen untuk menghancurkan Israel itu menyerukan agar dunia mengisolasi negara tersebut.


Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang Otoritas Palestina-nya memiliki otonomi terbatas di beberapa kota dan wilayah Tepi Barat, menyatakan melalui kantor berita Palestina Wafa bahwa pengumuman Inggris merupakan langkah signifikan menuju tercapainya perdamaian yang adil dan abadi di kawasan, berdasarkan solusi dua negara.


Peran Inggris dan Perancis dalam Politik Timur Tengah


Selama seratus tahun terakhir, Inggris dan Prancis memainkan peran penting dalam politik Timur Tengah, khususnya setelah mereka membagi wilayah tersebut setelah kekalahan Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I.


Dalam proses pembagian itu, Inggris menjadi kekuatan yang menguasai Palestina pada waktu itu dan juga merupakan penulis Deklarasi Balfour tahun 1917, yang mendukung pembentukan "tanah air nasional bagi bangsa Yahudi". Namun, bagian kedua dari deklarasi tersebut, yang menekankan perlunya tidak merugikan hak-hak sipil dan keagamaan rakyat Palestina, sebagian besar diabaikan selama beberapa dekade.


Menurut Burcu Ozcelik, seorang peneliti senior di bidang Keamanan Timur Tengah di Royal United Services Institute yang berlokasi di London, "Penting bagi Prancis dan Inggris untuk mengakui Palestina karena warisan keterlibatan kedua negara ini di Timur Tengah." Ia juga menambahkan bahwa tanpa pengakuan dari Amerika Serikat, "saya pikir sangat sedikit yang akan berubah di lapangan."


Sementara itu, Husam Zomlot, kepala misi Palestina di Inggris, menyatakan kepada BBC bahwa pengakuan tersebut akan membantu memperbaiki kesalahan yang terjadi selama era kolonial. "Isunya hari ini adalah mengakhiri penyangkalan atas keberadaan kami yang dimulai 108 tahun lalu, pada 1917," ujarnya. "Dan saya pikir hari ini rakyat Inggris seharusnya merayakan hari ketika sejarah sedang diperbaiki."


Perubahan Sikap Diplomatik


Selama beberapa dekade, Inggris telah memberikan dukungan terhadap pembentukan Negara Palestina yang merdeka yang dapat berdampingan dengan Israel. Namun, Inggris selalu menekankan bahwa pengakuan tersebut harus dilakukan sebagai bagian dari rencana perdamaian untuk mencapai solusi dua negara.


Meskipun demikian, pemerintah Inggris semakin khawatir bahwa solusi tersebut hampir tidak mungkin terwujud. Dalam dua tahun terakhir, serangan yang dilakukan oleh Israel di Gaza telah menyebabkan banyak penduduk mengungsi, menewaskan lebih dari 65.000 orang, dan memicu krisis kemanusiaan yang sangat parah, termasuk kelaparan di Kota Gaza.


Pekan lalu, para pakar independen yang ditugaskan oleh Dewan HAM PBB menyimpulkan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Tuduhan ini, menurut Israel, adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak benar.


Selain itu, Inggris juga merasa terganggu dengan ekspansi agresif permukiman yang dilakukan oleh pemerintah Israel di Tepi Barat, wilayah yang diinginkan oleh Palestina sebagai bagian dari negara masa depan mereka.


"Langkah ini memiliki bobot simbolis dan historis, memperjelas keprihatinan Inggris tentang keberlangsungan solusi dua negara dan dimaksudkan untuk menjaga agar tujuan itu tetap relevan dan hidup," ungkap Olivia O'Sullivan, Direktur Program Inggris di Dunia pada lembaga think tank Chatham House yang berbasis di London.


Secara internasional, pembentukan Negara Palestina yang berdampingan dengan Israel dianggap sebagai satu-satunya cara yang realistis untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung lama. Dengan adanya dukungan ini, diharapkan dapat tercipta perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.


TEBAK SKOR BOLA BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!


Diberdayakan oleh Blogger.