Header Ads

Header ADS

Garis Kemiskinan Jadi Faktor Munculnya Fenomena 'Rojali-Rohana' di Perkotaan

 


Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra P.G. Talattov mengungkapkan fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) dipicu oleh garis kemiskinan yang tumbuh di wilayah perkotaan.


“Terjadinya kenaikan tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan dari 6,66 persen pada September 2024 menjadi 6,73 persen di Maret 2025,” ujar Abra dalam diskusi Angka Kemiskinan Turun, Kesejahteraan Naik?, Jakarta, Selasa (29/7/2025).


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) secara nasional angka kemiskinan mengalami penurunan. Pada Maret 2025 tercatat 8,47 persen, lebih rendah dibanding September 2024 sebesar 8,57 persen.


Kemudian, tren penurunan juga terjadi di wilayah pedesaan, dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen. Namun, di perkotaan penduduk miskin meningkat dari 6,66 persen menjadi 6,73 persen dalam periode yang sama.


“Faktor penyebab terjadinya kenaikan tingkat kemiskinan di perkotaan karena wilayah perkotaan memang sangat sensitif terhadap kenaikan harga-harga, khususnya harga kebutuhan pokok, transportasi, dan kebutuhan perumahan sehingga ini memberikan tekanan yang cukup signigikan terhadap kelompok rentan miskin di wilayah perkotaan,” kata dia.


Abra menjelaskan, penurunan tersebut dipicu karena turunnya pendapatan masyarakat kota yang mayoritas bekerja di sektor informal. Hal tersebut kemudian mempengaruhi daya beli masyarakat yang ikut turun.


“Kedua, karena adanya tekanan-tekanan terhadap daya beli masyarakat di wilayah perkotaan, maka muncul fenomena rojali dan rohana. karena lagi-lagi disebabkan karena mereka lebih memprioritaskan kebutuhan dasar dibandingkan kebutuhan sekunder ataupun tersier. Jadi, memang ada shifting prioritas masyarakat di wilayah perkotaan,” jelasnya.


Selain itu, kenaikan kemiskinan di perkotaan juga tercermin dari indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang ikut naik. Sehingga masyarakat perkotaan mengalami tekanan yang besar.


“Karena kelompok miskin di wilayah perkotaan selain harus menghadapi gejolak harga kebutuhan pokok, juga seringkali tidak tersentuh program-program bantuan sosial oleh pemerintah,” tutur dia.


Abra menjelaskan, lemahnya data dan biasnya pendataan kemiskinan di wilayah perkotaan menyebabkan banyak warga yang tidak terdata dalam sistem penerima bantuan. Selain itu, masyarakat perkotaan juga rentan terdampak guncangan sosial dan politik di Tanah Air.


“Karena integrasi data dan validasi data untuk progam bantuan sosial ini cukup bias di perkotaan karena seringkali masyarakat perkotaan justru tidak tentu. Karena memang di sektor informal di perkotaan menjadi penyebab masyarakat miskin perkotaan tidak tersentuh program-program jaminan sosial.


Untuk itu, Indef mengingatkan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk bisa mengatasi angka kemiskinan yang meningkat.


"Saya pikir itu juga menjadi alarm yang cukup serius yang perlu diperhatikan pemerintah karena masyarakat miskin di perkotaan ini juga sangat sensitif terhadap isu sosial dan politik ketika terjadi guncangan sosial di perkotaan itu bisanya lebih mudah menyulut instabilitas sosial dan politik,” ucapnya.

 

TEBAK SKOR GRATIS BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!



Diberdayakan oleh Blogger.