Mengapa Tidak Semua Negara BOLEH Memiliki Senjata Nuklir ?
Serangan Israel dan Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran dilakukan untuk mencegah Iran mengembangkan dan memiliki senjata nuklir. Tingkat pengayaan uranium yang dilakukan Iran dianggap sudah mendekati level untuk pembuatan senjata nuklir. Sementara Israel diyakini sudah memiliki senjata nuklir.
Saat ini ada sembilan negara yang memiliki senjata nuklir. Namun, hanya lima negara yang secara hukum internasional diakui secara ”sah” sebagai negara pemilik senjata nuklir, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Inggris, dan China. Sementara empat negara lainnya, yaitu India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel, memiliki senjata nuklir di luar aturan tersebut.
Hukum yang mengatur kepemilikan senjata nuklir tersebut adalah Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). Traktat ini didorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencegah penyebaran dan mendorong pelucutan senjata nuklir serta menyorong penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Penandatanganan perjanjian ini dibuka 1 Juli 1968 dan mulai berlaku 1970.
Kepemilikan senjata nuklir perlu diatur karena dampaknya yang luar biasa besar. Bom nuklir adalah bahan peledak yang sangat kuat yang daya ledaknya jauh melebihi bom non-nuklir yang paling besar sekalipun. Satu bom nuklir bisa menghancurkan seluruh kota dan membunuh banyak orang.
Senjata nuklir bisa melepaskan radiasi yang bisa memicu masalah kesehatan akut, mulai dari kulit terbakar hingga sindroma radiasi akut atau penyakit radiasi yang mematikan. Paparan radiasi bisa merusak materi genetik sehingga dalam jangka panjang bisa memicu kanker dan penyakit kardiovaskular.
Sepanjang sejarah, senjata ini hanya digunakan dua kali, yaitu saat AS mengebom Jepang dalam Perang Dunia II. Radiasi dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima berlangsung hingga beberapa bulan dan menewaskan 80.000 orang. Adapun di Nagasaki, lebih dari 70.000 orang tewas. Radiasi yang terjadi juga memicu panas yang mampu melelehkan bangunan dan organ makhluk hidup.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) 2012-2018, lembaga yang kini sudah dilebur dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Djarot S Wisnubroto, di Jakarta, Selasa (24/6/2025), mengatakan, NPT menyatakan bahwa negara-negara yang telah menguji coba senjata nuklir sebelum 1 Januari 1967 diakui sebagai negara yang memiliki senjata nuklir alias nuclear weapon states (NWS).
Ketentuan itulah yang membuat AS, Rusia, Perancis, Inggris, dan China dianggap ”boleh” memiliki senjata nuklir. Namun, ketetapan itu juga menimbulkan perdebatan terus-menerus di dunia internasional, mengapa ada negara yang ”boleh” memiliki senjata nuklir, sedangkan negara lain tidak diperbolehkan.
”Di satu sisi, ide NPT ini bagus agar tidak menimbulkan perlombaan senjata nuklir di banyak negara. Namun, perjanjian ini juga menimbulkan ketidakadilan,” katanya.
Dengan traktat tersebut, seperti dikutip dari BBC, 3 Februari 2018, negara-negara yang tidak diakui sebagai NWS dilarang mengembangkan senjata nuklir. Tercatat Afrika Selatan dan sejumlah negara pecahan Uni Soviet seperti Belarusia, Kazakhstan, dan Ukraina telah menghentikan pengembangan senjata nuklir mereka.
Sementara itu, berdasarkan data Kantor Urusan PBB untuk Perlucutan Senjata (UNODA) menyebut 191 negara di dunia telah menandatangani NPT, termasuk lima negara yang memiliki senjata nuklir. Sedangkan India, Pakistan, dan Israel tidak pernah menandatangani NPT. Korea Utara pernah menandatangani perjanjian tersebut tahun 1985, tetapi keluar dari perjanjian tahun 2003.
India secara terbuka menyatakan mengembangkan dan menguji senjata nuklir sejak 1974. Tindakan itu, menurut Djarot, dilakukan sebagai protes karena mereka tidak diperbolehkan mengembangkan nuklir dan China yang dianggap sebagai ancaman keamanan bagi mereka diperbolehkan. Aksi India itu akhirnya memicu Pakistan yang juga sering berkonflik dengan India untuk ikut melakukan uji coba nuklir.
Sementara Israel, secara tegas tidak pernah menyatakan memiliki senjata nuklir walau tidak pernah juga membantah tudingan tersebut. Namun, sikap Israel yang menolak menandatangani NPT menjadi indikasi kuat bahwa negara tersebut juga memiliki senjata nuklir.
Posisi Iran
Kepemilikan Israel atas senjata nuklir itulah yang diduga juga mendorong Iran untuk memiliki senjata nuklir mengingat rivalitas kedua negara itu di kawasan. Masalahnya, Iran adalah negara penanda tangan NPT sehingga setiap kegiatannya terkait riset dan pengembangan nuklir senantiasa dalam pantauan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang memang diberi mandat PBB untuk mengawasi pelaksanaan NPT.
Iran memulai program nuklirnya sejak 1950-an dan senantiasa bersikeras bahwa program energi nuklirnya untuk keperluan damai. Namun, negara-negara Barat curiga bahwa Iran sejatinya tengah mengembangkan senjata nuklir.
Sejak terbentuknya Republik Islam Iran pada 1979, negara ini selalu dicurigai Barat sebagai ”penggangu” Israel. Ancaman yang muncul bukan hanya dari Iran secara langsung, melainkan juga dari kelompok-kelompok penentang Israel di Timur Tengah yang didukung Iran, seperti Hamas di Gaza, Hizbullah Lebanon, Houthi Yaman, hingga milisi Irak pro-Iran.
Sanksi ekonomi pun diberikan ke Iran secara bertubi-tubi, baik oleh AS, Uni Eropa, maupun Dewan Keamanan PBB untuk menghambat program nuklir Iran. Berbagai upaya untuk menyelesaikan persoalan tersebut melalui jalur diplomasi dilakukan meski hasilnya sering kali tidak berkelanjutan karena tiap-tiap pihak merasa pihak lain tidak menepati kesepakatan.
Kecurigaan Barat terhadap Iran makin membesar setelah IAEA mengumumkan bahwa sejak Desember 2024, Iran memiliki 400 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60 persen. Situasi ini menimbulkan kecurigaan besar Barat mengingat jika untuk dijadikan bahan bakar reaktor nuklir guna menghasilkan listrik, maka hanya dibutuhkan pengayaan uranium 3-5 persen.
Sementara untuk senjata nuklir, tingkat pengayaan uranium yang dibutuhkan mencapai lebih dari 90 persen. Semakin besar tingkat pengayaan uranium yang dimiliki, maka semakin besar pula energi atau ledakan bom yang dihasilkan. Sedangkan untuk meningkatkan pengayaan uranium dari 60 persen ke 90 persen hanya membutuhkan langkah yang singkat saja. Dengan uranium sebanyak itu, Iran diprediksi bisa membuat sembilan bom nuklir.
Akhirnya, perang antara Iran dan Israel pun meletus setelah Israel mengebom sejumlah fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni 2025. Iran membalas dengan mengirimkan sejumlah rudal ke Israel. Keikutsertaan AS yang juga mengebom fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni 2025 membuat situasi makin runyam.
Sehari kemudian, serangan balasan Iran ke Pangkalan Udara Al Udeid milik AS di Qatar membuat dunia makin tegang karena menyeret langsung negara-negara Arab dalam konflik. Namun, setelah serangan simbolik dan terukur ke Al Udeid itu, AS mengumumkan gencatan senjata antara Iran dan Israel.
TEBAK SKOR GRATIS BERHADIAH UANG 1.5 JUTA RUPIAH , KLIK DISINI !!!