Luhut Umumkan Kebijakan Baru: SIM Tak Bisa Diperpanjang Jika Ada Tunggakan Pajak, Ekonom Beri Tanggapan
Jakarta - Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar masyarakat yang tidak membayar pajak kendaraan tidak dapat mengurus perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menyambut positif rencana tersebut. Namun, ia menekankan bahwa implementasi kebijakan ini harus dilakukan secara adil dan jelas.
“Itu ide bagus, tapi pastikan pelaksanaannya harus jelas dan adil,” kata Faisal. Ia juga menambahkan bahwa penting untuk ada integrasi yang kuat antara data pajak dan administrasi lainnya seperti SIM dan paspor, sehingga kebijakan ini bisa berjalan efektif.
Faisal juga mengingatkan agar penguatan sistem pelaporan pajak dilakukan bersamaan dengan penegakan hukum ini untuk mempermudah masyarakat dalam membayar pajak.
“Selain enforcement, sistem pelaporan pajak juga perlu diperbaiki untuk memudahkan para wajib pajak,” terangnya.
Faisal melihat bahwa melalui kebijakan ini, ada peluang untuk meningkatkan setoran pajak dari masyarakat. Namun, ia menyarankan agar kebijakan ini diuji coba terlebih dahulu sebelum diterapkan sepenuhnya.
“Ada peluang untuk meningkatkan setoran pajak secara signifikan kalau sistem koleksi pajaknya diperbaiki, seperti dengan Coretax. Jadi, ini perlu dicoba dulu dengan catatan yang sudah disebutkan,” tegas Faisal.
Usulan Luhut
Sebelumnya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto terkait empat pilar digitalisasi yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan efektivitas tata kelola negara.
Hal ini disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala DEN, dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 9 Januari 2025. Luhut juga menegaskan bahwa digitalisasi adalah kunci untuk mempercepat transformasi ekonomi Indonesia.
Pilar pertama berkaitan dengan optimalisasi penerimaan negara dengan adanya implementasi sistem Core Tax dan SIMBARA yang akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak serta sektor mineral dan batu bara.
Pilar kedua bertujuan untuk meningkatkan efisiensi belanja negara, dengan digitalisasi sistem e-catalogue versi 6.0 untuk memastikan proses pengadaan barang dan jasa menjadi lebih transparan dan efisien.
Kemudahan Pelayanan PublikSeorang pengunjung melintas di depan banner yang terpasang di pintu masuk kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Jakarta, pada Minggu (25/9). Menjelang akhir periode pertama, Kantor Pajak membuka pendaftaran khusus pada akhir pekan untuk melayani calon peserta amnesti pajak.
Pilar ketiga berfokus pada kemudahan pelayanan publik, termasuk digitalisasi layanan administrasi kependudukan, SIM, paspor, pendidikan, dan kesehatan untuk meningkatkan akses serta efisiensi pelayanan kepada masyarakat.
Sistem digital ini dirancang untuk mengurangi birokrasi yang berlebihan dan memberikan pengalaman yang lebih mudah serta cepat bagi masyarakat.
Misalnya dalam kasus penyelundupan, dengan adanya integrasi data menggunakan teknologi seperti blockchain, semua proses menjadi lebih transparan.
Contohnya, dalam aktivitas impor, sistem akan otomatis memverifikasi data barang dan isi kontainer. Jika data yang dimasukkan valid, izin akan diberikan tanpa antre. Namun, jika data tidak valid, sistem akan memblokir proses tersebut dan melanjutkan ke pemeriksaan lebih lanjut. Jika ditemukan pelanggaran, perusahaan yang bersangkutan bisa diblokir dan operasionalnya dihentikan.
“Oleh karena itu, kita dorong semua orang untuk patuh terhadap ketentuan yang ada. Sudah bayar pajak belum? Sudah bayar royalti belum?” ujar Luhut.
Tak Bisa Urus SIM Jika Tidak Bayar PajakIlustrasi Pajak
Penerapan teknologi ini juga akan berdampak pada hal lainnya. Misalnya, seseorang yang belum membayar pajak tidak bisa mengurus paspor. Bahkan, pembaruan izin usaha atau dokumen lain bisa terhambat jika kewajiban pajak tertentu belum dipenuhi.
“Kamu tidak bisa mengurus paspor kalau belum bayar pajak. Kalau lebih jauh lagi, memperbarui izin usaha atau dokumen lainnya juga tidak bisa karena kamu belum bayar pajak,” jelas Luhut.
Kemudahan Berusaha dan Daya Saing Investasi
Pilar keempat berhubungan dengan kemudahan berusaha, yang mencakup penyempurnaan sistem Online Single Submission (OSS) untuk mempercepat proses perizinan usaha dan meningkatkan daya saing investasi di Indonesia.
Luhut juga mengatakan bahwa sistem OSS yang lebih terintegrasi ini akan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) serta menarik lebih banyak investasi langsung ke Indonesia.
Sistem ini akan didukung dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan big data untuk meningkatkan transparansi di masyarakat dan mendukung kelancaran teknologi ini.
“Dengan AI dan big data yang sedang dibangun, Indonesia akan lebih transparan ke depan. Teknologi ini akan mengubah Indonesia menjadi lebih efisien,” kata Luhut.